Kamis, 26 Mei 2011

Kartu Mainan Sebagai Media Meningkatkan Kemampuan Berpikir dalam Problem Based Learning

Makalah Ini di Susun Untuk Melengkapi Salah Satu Tugas Dalam Mata Kuliah Komputer dan Media Pembelajaran

Dosen : Isniatun Munawaroh, M.Pd



Oleh :

Umi Masitoh ( 10105241036)
 
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011

Kata Pengantar

            Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat dan kemudahan dalam menyelesaikan tugas makalah ini.. Shalawat dan salam tak lupa diberikan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Sallallahualaihiwasallam, karena atas hidayah-Nyalah, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
            Makalah dengan judul “Kartu Mainan Sebagai Media Meningkatkan Kemampuan Berfikir dalam Problem Based Learning” mencoba mengupas seberapa efektifkah pembelajaran dengan model Problem Based Learning dengan media berupa kartu mainan yang terdapat gambar masalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir.
            Makalah ini penulis tujukan kepada dosen mata kuliah computer dan media pembelajaran Ibu Isniatun Munawaroh, M.Pd , sebagai salah satu bentuk tugas yang disepakati bersama. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang besar penulis berikan kepada Ibu Isniatun Munawaroh, M.Pd yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama proses pembelajaran sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Bimbingan dan arahan yang diberikan selama setengah semester ini sungguh memperluas pemahaman mengenai Teknologi Pendidikan. Pembelajaran yang diramu dan dikemas dalam bentuk yang aktif membuat penulis merasa terbuka wawasannya untuk lebih mengenal dunia pendidikan.
            Dalam proses pmebuatannya, penulis menggunakan kajian teori dari berbagai sumber buku dan pengalaman yang dimiliki selama ini. Perbendaharaan kata yang terbatas membuat suatu hambatan tersendiri dalam merumuskan kalimat penjelas.
            Makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritk dan saran yag membangun dari pembaca, sangat diharapkan untuk dapat memperbaiki lubang kesalahan yang melekat pada makalah ini. Terimakasih.

                                                                                 Yogyakarta, 01 April 2011


                                                                                                Penulis
                                                                                          Umi Masitoh



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan proses terencana dan terstruktur untuk dapat membantu menumbuhkan, mengembangkan dan memperluas pengetahuan, keterampilan, kecerdasan dan kompetensi yang dimiliki peserta didik. Pembelajaran yang umumnya terjadi di Indonesia adalah proses pemindahan informasi atau pengetahuan dari buku teks dan uraian pendidik ke dalam ingatan peserta didik. Peserta didik diharapkan mampu melafalkan semua informasi dan pengetahuan yang tercurah dari buku teks dan penjelasan yang disampaikan pendidik dengan benar. tanpa memperhatikan tingkat kemampuan penyerapan dan kecerdasan yang dimiliki peserta didik. Seolah seperti suatu wadah kosong yang harus diisi informasi sebanyak mungkin. tanpa memperhatikan lubang atau isi yang sudah tertanam dalam wadah tersebut. Praktik pembelajaran seperti itu sudah mewarnai dinamika pendidikan di Indonesia .
Setiap manusia merupakan suatu individu yang berbeda. Dari segi kemampuan, kompetensi, pengalaman, struktur kognitif, dasar pengetahuan, daya serap, ingatan, pemahaman, daya fikir hingga keadaan mental dari masing – masing individu berbeda satu sama lain. Kesiapan mental maupun fisik dalam menerima ilmu pengetahuan melalui pembelajaran perlu diperhatikan. Semua aspek yang terkandung dalam diri individu diharapkan dapat berkembang sejalan dengan pemaknaan pengetahuan yang terjalin dalam otaknya.
Melalui proses refleksi, relevansi, akomodasi hingga asimilasi pengetahuan ke dalam struktur kognitif seseorang. Berbagai pengalaman belajar dan pengalaman hidup seseorang akan mudah diinternalisasikan dengan pengetahun yang dimiliki ke dalam long term memory.  Sehingga memudahkan proses penemuan arti dari suatu pesan pengetahuan yang disalurkan. Arti dan makna pesan ilmu pengetahuan yang peling penting berada pada persepsi dan konsep diri seseorang. Selain itu dapat juga ditemukan berada dalam memory terdalam dan media yang digunakan dalam penyampain pesan ilmu pengetahuan. Proses pemecahan masalah melibatkan kompleksivitas proses berfikir berbahan pengetahuan dasar, pengalaman yang tersedia dan pengadaptasian ilmu pengetahuan serta media yang sesuai.
            Pembelajaran dirancang dengan menggunakan model Problem Based Learning dalam mengembangkan kemampuan berfikir seseorang. Kemampuan berfikir tingkat tinggi yang melibatkan seluruh aspek pengetahuan dan berbagai pengalaman yang tertanam dalam diri individu. Proses ini difasilitasi dengan modul pengajaran dari pendidik. Modul ini nantinya akan diramu dalam bentuk kartu bergambar dan disampikan pada peserta didik untuk dipecahkan dan dicari penyelesaiannya. Penggunaan media berupa kartu mainan yang di dalamnya terkandung unsure gambar visual akan semakin memperkuat arti dan makna yang terkandung. Sehingga akan mempermudah penemuan cara penyelesaian dengan tepat sasaran. Kartu bergambar ini mewakili masalah yang akan diselesaikan. Sehingga membantu peserta didik dalam mencari cara yang tepat guna dan efisien dalam menyelesaikan masalah yang terlukiskan pada kartu.
            Dalam proses pembelajaran diharapkan siswa tidak hanya duduk manis dan diam medengarkan ceramah gurunya, tetapi lebih kepada memaknai substansi pembelajaran dengan memecahkan dan mencari sendiri penyelesaian dari suatu masalah pengetahuan. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi di berbagai aspek kehidupan, perkembangan dunia pendidikan tidak luput dari sentuhan teknologi. Baik tradisional maupun modern.

B.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana model pembelajaran Problem Based Learning ?
2.      Bagaimana merencanakan dan melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah ?
3.      Bagaimana peranan Kartu Mainan sebagai media dalam Problem Based Learning ?
4.      Bagaimana keefektifan pembelajaran dengan model Problem Based Learning dengan media berupa Kartu Mainan?

C.   Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Pembelajaran dengan model Problem Based Learning
2.      Untuk memahami peranan Kartu Mainan dalam Pembelajaran Problem Based Learning
3.      Untuk mengetahui keefektifan Pembelajaran Problem Based Learning dengan media berupa Kartu Mainan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Problem Based Learning
            Pembelajaran tidak terjadi dengan kekuatan sihir. Siswa tidak mungkin mampu memaknai setiap ilmu pengetahuan yang diajarkan gurunya dengan sendirinya tanpa melalui proses berpikir yang kompleks. Dalam prosesnya diperlukan kesinambungan di antara factor - faktor dalam pendidikan. Pendidik yang cakap dalam memainkan peran sebagai fasilitator pemaknaan pengetahuan. Peserta didik yang terampil mengolah pengetahuan ke dalam struktur pemahamannya. Lingkungan belajar yang kondusif, sehingga mempermudah dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang ideal dan menguntungkan pendidikan maupun peserta didik yang telah disepakati bersama. Alat Pendidikan berupa : 1). Kurikulum, di dalamnya memuat materi yang akan diajarkan, metode pembelajaran yang dipakai, evaluasi hasil belajar yang akan digunakan, dan tujuan pembelajaran yang dijadikan pedoman.  2). Media, media yang nantinya akan memudahkan proses pemaknaan pengetahuan oleh peserta didik, baik media cetak maupun non cetak. Terdapat suatu keputusan yang penting dimana guru  harus dapat memastikan bahwa  pembelajaran menjadi sangat bermakna oleh siswa dengan adanya teknologi dan media dalam pembelajaran.
              Terdapat bermacam – macam model pembelajaran yang dapat dipakai dalam membantu proses pemaknaan pengetahuan. Tetapi dalam bagian ini hanya akan dikaji mengenai pembelajaran dengan model Problem Based Learning. Pembelajaran yang mengedepankan aspek peserta didik dalam memperoleh pengetahuan melalui proses berfikir tingkat tinggi. Membebaskan kemampuan penerjemah dan pemaknaan substnsi pelajaran dari kompetensi peserta didik. Menurut Richard I Arends dalam bukunya “Learning To Teach”, Pembelajaran dengan Problem Based Learning, peran guru hanya sebatas fasilitator yang menyodorkan berbagai masalah autentik, memfasilitasi penyeledikan siswa dan mendukung pembelajaran siswa. Selebihnya siswa sendiri yang akan menyelesaikan masalah tersebut dengan segala kemampun dan proses berfikirnya.
            Esensi dari Problem Based Learning melibatkan presentasi situasi – situasi yang autentik dan bermakna, yang berfungsi sebagai Landasan bagi investigasi dan penyelidikan siswa Terdapat fitur – fitur khusus PBL dengan deskripsinya masing – masing (Richard I Arends, 2008, Learning to teach, hlm 42). Fitur – fitur tersebut mewakili bagian deskripsi dari pembelajaran PBL, yaitu :
a). Pertanyaan atau masalah perangsang. Pelajaran PBL diorganisasikan diseputar situasi – situasi kehidupan nyata, yang menolak jawaban – jawaban sederhana dan mengundang solusi yang competing. Alih – alih mengorganisasikan pelajaran diseputar prinsip akademis atau keterampilan tertentu, PBL mengorganisasikan pengajaran diseputar pertanyaan dan masalah penting secara social dan bermakna secara personal bagi siswa. Mereka mengahadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat diberi jawaban – jawaban sederhana dan ada berbgai solusi yang competing untuk menyelesaiaknnya.
b). Fokus interdisipliner. Meskipun PBL dapat dipusatkan pada subyek tertentu (sains, matematiak, sejarah), tetapi masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk menggali banyak subyek. Sebagai contoh :saat seorang anak menemukan Koran dengan gambar seorang gadis dengan muka sedih di depan rumahnya yang sudah hancur karena gempa bumi. Anak tersebut menjelaskan pada temannya mengapa bisa gadis itu tampak sedih melihat rumahnya itu, mengapa bisa ada gempa bumi, kenapa tidak ada pemberitahuan sebelum gempa bumi terjadi? dll.
c). Investigasi autentik. PBL mengharuskan siswanya untuk melakukan investigasi uatentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk masalah yang memang nyata. Mereka haru menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembankan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen (bila memungkinkan), membuat inferensi, dan menarik kesimpulan. Metode investigative bergantung pada sifat masalah yang diteliti.
d). Produksi artefak dan exhibit. PBL menuntut siswanya untuk mengonstruksi produk dalam bentuk artefak dan exhibit yang menjelaskan atau mempresentasikan solusi mereka. Produk ini bisa berupa debat bohong – bohongan, laporan tertulis atau video dan program computer. Artefak dan exhibit yang nanti akan dideskripsikan , dirancang oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada orang lain apa yang telah mereka pelajari dan memberikan altenatif yang menyegarkan untuk makalah wajib maupun ujian tradisional.
e). Kolaborasi. Seperti halnya cooperative learning, PBL juga ditandai dengan adanya kerjasama dengan siswa – siswa lain, baik berpasangan ataupun kelompok kecil.Bekerjasama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalm tugas – tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama. Selain itu juga untuk mengembangkan keterampilan social (Richard I Arends, 2008, Learning to teach, hlm 43) .
Pembelajaran dengan Problem Based Learning dirancang sehingga dapat membantu mengembangkan beberapa kompetensi, di antaranya: 1). Keterampilan Berfikir dan Keterampilan Mengatasi Masalah. Berfikir merupakan sebuah proses yang meilbatkan operasi –operasi mental, seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran. Sebuah presentasi secara simbolis (melalui bahasa) berbagai obyek dan kejadian riil dan menggunakan representasi simbolis itu untuk menemukan prinsip – prinsip esensial obyek dan kejadian tersebut. Representasi simbolis tersebut biasanya dibandingkan dengan operasi konkret yang didasarkan pada fakta dan kasus tertenti di tingkat konkret. Berfikir juga merupakan kemapuan untuk menganalisis, mengkritik dan mencapai kesimpulan berdasarkan inferensi yang baik. 2). Meniru Peran Orang Dewasa. Problem Based Learning juga dimaksudkan guna membantu siswanya untuk beraksi atau perform di berbagai situasi. Baik dalam konteks kehidupan sehari – hari yang nyata ataupun hanya sekedar dalam kelas sehari – hari. Di luar sekolah siswa mampu melakukan proses pembelajran melalui interaksi dengan orang lain. Karena di sekolah sekolah biasanya difokuskan pada kinerja individual dalam menjawab masalah seputar akademis, sementara pekerjaan mental di luar sekolah melibatkan kolaborasi dengan orang lain. Yang mana membuat pemahaman tersendiri terhadap perilaku orang lain. Sehingga menjadikan dirinya mampu menirukan peran orang lain dalam membantu menyelesaikan sebuah masalah. 3). Independent Learning. Dalam PBL pembelajaran diusahakan dapat membantu siswa untuk menjadi pmbelajar yang independent dan self regulated. Bimbingan guru – guru senantiasa memberi semangat dan reward ketika siswanya mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri solusi untuk berbagai masalah riil. Tetapi kelak siswa belajar melaksanakan tugasnya secara mandiri (Richard I Arends, 2008, Learning to teach, hlm45).

B.     Merencanakan dan Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah
 Suatu kelas terdiri dari siswa yang berbeda dalam kompetensi dan kemampuan. Kemampuan dalam menerima pengetahuan, memahami pengalaman, mengamalkan kerjasama dan berbagai kemampuan individual lainnya. Kompetensi yang dimiliki di antaranya adalah kompetensi mencapai suatu pemahaman yang mendasar dari suatu kerumitan berfikir, kompetensi melampaui keterbatasan berkomunikasi dan kompetensi dalam merefleksikan tindakan yang sebaiknya dilakukan saat menghadapi suatu permasalahan. Sehingga dalam diri individu sudah tertanam benih kemampuan dan kompetensi tersebut, diperlukan suatu perencanaan yang sistemtis guna mengembangkan dan merealisasikan bakat tersebut dalam kehidupan nyata. Aspek yang paling mendasar dalam pembelajaran dapat dilihat dari keberhasilan mengkomunikasikan pesan dan memaknai pelajaran melalui proses penemuan  ide dan gagasan dari suatu masalah. Dari guru ke siswa , dari siswa ke siswa ataupun dari siswa kepada orang lain di luar lingkungannya.
Di tingkat paling fundamental, PBL ditandai oleh siswa yang bekerja sama dalam pasangan – pasangan atau dalam kelompok kecil untuk menginvestigasi masalah kehidupan nyata yang membingungkan. Tipe pembelajaran ini lebih interaktif dan berpusat pada siswa, sehingga dalam perencaannya membutuhkan perencanaan dari guru. Perencaaan guru ini mampu memfasilitasi perpindahan yang mulus dari satu fase pelajaran berbasis –masalah ke fase lainnya dan memfasilitasi pencapaiannya tujuan instructional yang diinginkan.
Perencanaan Pembelajaran PBL dapat melalui tahapan sebagai berikut (Richard I Arends, 2008, Learning to teach,hlm 52-54):
1). Memutuskan Sasaran dan Tujuan. Memutuskan tentang sasaran dan tujuan pelajaran berbasis masalah adalah salah satu di antara tiga pertimbangan penting perencanaan. Sebagian tujuan pelajaran PBL dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan intelektual dan investigative, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri. Sedangkan sebagian yang lain digunakan untuk menyelesaikan tujuan dari salah satu pelajaran tertentu. Sebagai contoh, seorang guru yang merancang pembelajaran berbasis masalah seputar isu – isu lingkungan dengan memerintahkan siswanya untuk mencari alternative dari solusi pencemaran lingkungan. Penting untuk sebelumnya memutuskan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, sehingga mudah mengkomunikasikan tujuan yang ingin dicapai.
2). Merancang situasi Bermasalah yang baik. PBL didasarkan pada premis bahwa situasi bermasalah yang membingungkan atau tidak jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa sehingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki dan berfikir untuk menyelesaikannya. Situasi bermasalah yang mengundang rasa ingin tahu dapat  memenuhi criteria penting, di antaranya : situasi dapat berupa autentik (masalahnya dapat dikaitkan dengan pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip disiplin akademis tertentu), Masalahnya tidak terlalu jelas, sehingga memunculkan misteri teka – teki, masalahnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualitasnya, masalah yang disediakan cukup luas jangkauannya, sehingga memudahkan guru dalam memenuhi tujuan instructionalnya, dan masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok, bukan justru dihalanginya.
3). Mengorganisasikan Sumber Daya dan Merencanakan Logistik. PBL mendorong siswa untuk bekerja dengan berbagai bahan, alat dan media yang tersedia, sebagian beralokasi di dalam kelas, sebagian yang lain di perpustakaan, laoratorium computer atau di luar kelas. Mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan logistic untuk investigasi siswa adalah perencanaan utama guru – guru PBL. Guru harus merencanakan secra terperinci bagaiman siswanya akan diantarkan ke lokasi yang dimaksud dan bagaimana  siswa diharapkan berperilaku selama berada di luar sekolah. Hal ini juga mengharuskanuntuk mengajarkan perilaku yang baik untuk mengobservasi, wawancara dan mengambil gambar masyarakat setempat.
            Seperti halnya merencanakan Pembelajaran Berbasis Masalah yang meliputi beberapa tahapan, dalam melaksanakannya pun melalui tahapan. Sehingga memudahkan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran. Siswa perlu memahami bahwa maksud dalam pelajran PBL adalah untuk belajar tentang cara menyelidiki permasalahan – permasalahan penting dan menjadi pelajar yang mandiri (Richard I Arends, 2008, Learning to teach,hlm 56). Perlakuan guru dalam pembelajaran dapat berupa: a).Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa, pada bagian ini, guru seharusnya mengkomuniksikan dengan jelas, maksud pelajarannya, membangun sikap positif terhadap pelajaran itu dan mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan dapat dilakukan siswa. Siswa dapat dibagi dalam kelopok kecil dan terlibat dalam perbincangan memecahkan masalah melalui media yang disediakan. Media tersebut berupa Kartu Bergambar yang mewakili masalah yang timbul, Guru perlu menyodorkan situasi bermasalah dengan hati – hati atau memiliki prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi permasalahan. Situasi yang bermasalah itu dapat dikemas semenarik dan seakurat mungkin. Penggunaan discrepant events ( situasi yang hasilnya tidak dapat diperkirakan dan mengejutkan) yang merupakan situasi yang bermasalah yang dapat membangkitkan minat siswa.Sebagai contoh, ketika demonstrasi yang menunjukkan air mengair ke atas atau es mencair dalam suhu yang sangat dingin dapat menciptakan misteri dan menimbulkan keinginan utnuk menyelesaikan masalah itu. Hal yang penting di sini adalah orientasi tentang situsi bermasalah itu menyiapkan panggung untuk investigsi selanjutnya, jadi presentasi harus dapt memikat siswa dan membangkitkan rasa ingin tahu dan gairah siswa untuk menyelidiki. b). Mengorganisasikan Siswa untuk Meneliti. PBL mengedepankan guru dalam mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara siswa dan membantu dalam investigasi masalah secara bersama – sama. Dalam proses penemuan ide – ide dan gagasan tersebut, diperlukan Tim – tim khusus, Perencanaan kooperatif, Membantu Investigasi Mandiri dan Kelompok, Mengumpulkan Data dan Eksperimentasi dan Mengembangkan Hipotesis, Menjelaskan, dan Memberi Solusi atas masalah yang ditemukan. Tim – tim investigative dapat dibentuk secara sukarela di seputar pola – pola pertemanan atau menurut penataan social atau kognitif tertentu. Dan kebanyakan situasi bermasalah yang disuguhkan melibatkan pengumpulan data, eksperimentasi, pengembanagn hipotesis hingga analisis solusi yang berdaya guna. Sehingga dukungan guru atas pertukaran ide dan gagasan secara bebas dan peneriamaan penuh terhadap berbagai ide merupakan suatu unsure yang diprioritaskan dalam menjalin komunikasi dalam fase investigatifa PBL. c). Pengembangan dan Presentasi Artefak dan Exhibits. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis. Artefak termasuk hal - hal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah lengkap dengan solusi pemecahan yang terangkum dalam bentuk dan ragam yang unik. Jelasnya sofistikasi artefak – artefak tertentu ada kaitannya dengan umur dan kemapuan siswa Poster yang dibuat anak umur 10 tahun dengan hujan asam berbeda secara signifikan dengan desain siswa SMA untuk instrument yang diguanakan untuk mengukur hujan asam. Diorama formasi awan yang dibuat anak kelas dua SD juga berbeda dengan program computer tentang cuaca yang dibuat oleh siswa menengah kejuruan. Setelah artefak dikumpulkan, guru perlu mengorganisasikan exhibit untuk memamerkan hasil karya siswanya di depan umum. Dalam perencanaan exhibit diperlukan analisis audiensnya, siswa, guru, orang tua ataukah dari pihak – pihak lain. Exhibit dapat berupa pekan ilmu pengetahuan tradisional, yang masing – masing siswanya memamerkan hasil karyanya untuk dinilai oleh orang lain, atau pesentai verbal dan/visual yang mempertukarkan ide – ide dan memberikan umpan balik. Setelah pameran selesai, diperluakan kegiatan penutup yang dikemas guna membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikirnya sendiri maupun ketermapilan investigative dan keterampilan intelektual yang telah mereka gunakan. Sehingga mereka mendapatkan sebuah pemikiran baru yang telah mereka temukan sendiri. Hal ini akan menjadi penguat dalam memory dan mudah dalam perefleksian tindakan selanjutnya.

C. Kartu Mainan sebagai Media Dalam Pembelajaran PBL 
            Kata Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Terdapat 6 kategori yang termasuk dalam media, yaitu media Teks, Audio, Visual, Manipulatif(obyek) dan Orang (Sharon E. Smaldino, Deborah Lowther, James D. Russell, 2007, Instructional Technology and Media for Learning, hlm 6). Media dapat mempermudah proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai siswa. Sedangkan menurut Nana Sudjana dan Akhmad Rivai dalam bukunya “Media Pengajaran”, menyebutkan beberapa jenis media pengajaran yang dapat digunakan dalam proses pengajaran, pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dll. Kedua media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat, model penampang, model susun, model kerja, mock up, dorama dll. Ketiga media proyeksi seperti slide, film stip, film, penggunan OHP dll.
        Pembelajaran akan lebih bermakna jika dalam prosesnya menggunakan media yang tepat dan efisian. Tepat disini artinya mampu menghubungkan sub pokok bahasan atau masalah yang diberikan pada siswa sehingga dengan tidak harus keluar mengamati keadaaan atau masalah yang dihadapi tetapi sudah terangkum di dalam media. Begitu pula pada penggunaan media Kartu Mainan dalam Pembelajaran Problem Based Learning. Media Kartu Mainan ini tepat digunakan pada PBL, karena dalam prosesnya melibatkan pertisipasi aktif dari siswa dalam berfikir memcahkan masalah. Karena pada dasarnya Pembelajaran PBL (Problem Based Learnig) merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan partisipatif siswanya melalui penyediaan masalah untuk dipecahkan. Kartu Mainan ini termasuk dalam jenis media grafis, karena terdapat gambar yang menunjukkan pesan atau masalah yang akan disampaikan.
 Kartu Mainan ini dapat digunakan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, tinggi bahkan perguruan tinggi. Tergantung dari perspektif masalah yang dikaji, aspek peserta didik, dan tujuan dari materi pelajaran yang terangkum dalam sejumlah Kartu Mainan. Sehingga di sini akan dibahas penggunaan Kartu Mainan sebgai media dalam PBL khususnya untuk siswa Sekolah Dasar kelas tiga.Adapun langkah – langkah penggunaan media ini dalam proses pembelajaran. Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bahasan tentang Merancang dan Melaksanaakan Pembelajaran Berbasis Masalah, terdapat langkah – langkah sebelum proses pembelajaran disertai dengan langkah – langkah pelaksanaannya. Setelah tujuan dan sasaran telah terbentuk, barulah guru merancang situasi bermasalah, situasi bermasalah ini dapat diwakilkan dengan kehadiran gambar di dalam Kartu mainan. Kemudian dalam proses pengorganisasian siswa, bisa dengan cara siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil minimal 3 orang.
Dalam pelaksanan PBL ini, kelompok tersebut kemudian diberi sejumlah Kartu Mainan yang berisi gambar masalah. Disini peran guru hanya sebagai fasilitator yang memberi arahan, petunjuk dan bimbingan jika siswanya merasa kesulitan dalam pemecahan masalah pada proses pembelajarannya. Sebelum proses pembelajaran dimulai, terlebih dahulu Guru memberikan rambu – rambu dan tata cara belajar dalam bermain ini. Yaitu dengan menginstruksikan agar salah satu siswa dalam kelompok itu mengocok tumpukkan katu tersebut kemudian mengambil salah satu kartu dan membukanya di depan teman sekelompokknya. Kartu tersebut menggambarkan suatu masalah di lingkungan sehari – hari, misal gambar seorang  anak kecil yang sedang menangis dengan memegang es cream  yang sudah hancur dan di sisi lain ada sejumlah anak yang lebih besar sedang tertawa kencang.Petunjuk guru adalah siswa diperintahkan untuk mendiskusikan sekiranya keadaan yang sedang terjadi dalam gambar tersebut dan bagaimana solusi yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Setelah itu mereka akan mempresentasikan jawaban mereka kepada kelompok lain.
Di sini siswa tersebut akan saling beragumen menentukan apa sebenarnya masalah yang mendasari dan bagaimana solusi yang tepat. Sehingga dalam prosesnya mereka akan berusaha memunculkan ide dan gagasan mereka yang sekiranya tepat untuk mewakili masalah tersebut. Kemampuan berfikir tingkat tinggi akan dengan sendirinya terasah dalam proses belajar mereka. Selain itu juga kemampuan dalam sosialisasi dan toleransi berpendapat akan tertanam dalam benak mereka. Untuk selanjutnya mereka akan merasakan sendiri dalam kehidupan masing – masing, dan jika suatu hari menghadapi situasi yang mungkin terwakili dalam gambar tersebut timbul persepsi dan tindakan yang benar dari pikiran mereka. Karena sebelumnya mereka sudh mengetahui bagaimana solusi yang tepat. Kehati – hatian dalam bertindak akan selalu menghiasi keseharian siswa.
Siswa juga akan merasa dihargai dalam mengungkapkan pendapatnya karena guru selalu memberi motivasi dan memberi solusi yang lebih tepat jika jawaban siswanya kurang tepat. Siswa akan terbentuk menjadi orang yang mandiri dan mampu menempatkan tindakan yang sesuai untuk situasi yang rumit.

D.    Efektifitas Media Kartu Mainan dalam Problem Based Learning
Masalah yang terasa hidup dan berarti alam hidup siswa akan menjadi poin penting dalam proses belajarnya. Pemecahan masalah yang siswa hadapi dapat menempatkan siswa pada peran aktif yang memberi kenyamanan. Sehingga dalam proses penemuan ide dan gagasan yang berhuubuhan dengan dunia nyata mereka akan berpengaruh setelah mereka lulus dari sekolah. Mereka akan mendapatkan pengetahuan dan kemampuan menghadapi maslah dengan bijak. (Sharon E. Smaldino, Deborah Lowther, James D. Russell, 2007, Instructional Technology and Media for Learning, hlm 36 ).
Outcome dari proses pembelajaran ini termasuk siswa mampu mengembangkan kemampuan menganalisis dalam penyusunan masalah, pemecahan masalah dan kemampuan berfikir kritis. Bahan pengetahuan yang diajarkan kepada siswanya tersebut dapat menempatkan siswa pada actor pemecahan maslaah yang autentik. Outcome yang lain yang dapat diperoleh dari pembelajaran ini termasuk dalam kemampuan berkolaborasi dan kemampuan berkelompok sehingga penting dalam keseharian siswa. (Sharon E. Smaldino, Deborah Lowther, James D. Russell, 2007, Instructional Technology and Media for Learning, hlm 37 ).
Dalam proses pembelajaran ini dapat efektif dalam mengorganisasikan siswanya dan dalam perolehan ide dan gagasan yang produktif. Selain itu, menurut Smaldino dan kawan – kawan ada beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa dalam proses belajar dengan pemecahan masalah, di antaranya :a). Siswa dapat dengan aktif menghubungkan kehidupan nyata mereka dalam pembelajaran, b). dalam konteks pembelajaran pemecahan masalah ini, hubungan antara pengetahuan dengan kemampuan siswa menjadi lebih jelas, c). tingkat kompleksitas dari masalah yang dihadapi akan terkontrol dengan baikmemperkenalkan beberapa isu atau tingkatan masalah stiap waktu, yang memberikan efek kewaspadaan.  
Dari prosesnya siswa mampu mengorganisasikan waktuya untuk dirinya sendiri dan hubungan dengan orang lain. Keefektifan yang dapat dirasakan oleh guru maupuan siswanya. Guru akan mersa teringankan dalam menyampaiakn materi, karena sudah diwakilkan dengan penggunaan gambar pada kartu mainan. Dan pada siswanya akan mersa senang dan terhibur dalam belajar. Karena dengan adanya gambar pada kartu mainan ini mereka tidak harus membaca tulisan – tulisan yang monoton dan todak menarik  Berbagai kemampuan dapt terasah dengan baik, seperti kemampuan berfikir tingakat tinggi, kemapuan bersosialisasi, kemampuan memahami orang lain, kemampuan bertindak dengan tepat.
  
DAFTAR PUSTAKA

Arends,I. Richard. (2008). Learning to Teach (Belajar untuk Mengajar). Yogyakarta : Pustaka Belajar
Smaldino,E. Sharon , Lowther, L.Deborah, Russell, D. James. (2007). Upper Saddle, New Jersey,Colombus Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall
Sadiman, S. Arief…(dkk). (2003). Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatan. Jakarta : Pustekkom Dikbud dan PT Raja Grafindo
Sudjana, Nana dan Rivai, Akhmad. (2002). Media Pengajaran : Penggunaan dan Pembuatannya. Bandung : Sinar Baru Algensindo

0 komentar:

Posting Komentar